Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora melalui Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan Pariwisata (Dinporabudpar) Blora berharap Pocut Meurah Intan (Cut Meurah Intan) bisa dikukuhkan (ditetapkan) sebagai pahlawan nasional.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinporabudpar Blora Slamet Pamudji, SH.,M.Hum., ketika mengunjungi dan berziarah ke makam Pocut Meurah Intan di desa Temurejo Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Jumat (5/11/2021).
“Jadi, memang kami berharap Pucut Meruah Intan ini bisa dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional, sehingga kita bisa bersama-sama mengedukasi masyarakat, bahwa, ini lho Pocut Meurah Intan, perjuangannya seperti apa, pengorbanannya seperti apa. Itu bisa sebagai tauladan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang,” jelas Slamet Pamudji.
Selain itu, juga berharap makam tetap berada di Blora sebagai bentuk pengabdian dan sebagai bentuk cinta kepada Pocut Meurah Intan.
Ziarah dan tabur bunga di makam Pocut Meurah Intan dilaksanakan menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November 2021.
Ikut dalam kegiatan itu, Kepala Dinsos P3A Blora Dra. Indah Purwaningsih, M.Si, Kepala Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Blora Budi Riyanto, S.Pd, MA., Kepala Seksi Kesejarahan dan Purbakala Dinporabudpar, Eka Wahyu Hidayat, S.Pd dan Mohammad Jamil (Cucu Mbah Dono) yang merawat makam Pocut Meurah Intan, Tagana, Karang Taruna dan pelajar SMKN 1 Blora.
Makam Pocut Meurah Intan berada di desa Temurejo, sekitar 5 km arah utara alun-alun kota Blora. Sebenarnya pada tahun 2001 Pemerintah Provinsi Aceh memang pernah berencana memindahkan jasad Pocut ke Aceh.
Namun rencana itu batal karena berdasarkan wasiat Pocut kepada RM Ngabehi Dono Muhammad, seorang sahabatnya, Pocut lebih suka dimakamkan di Blora.
Pocut Meurah Intan, pejuang yang sempat mendapatkan label sebagai most wanted person dari penjajah Belanda ini adalah seorang puteri dari keluarga bangsawan di Kerajaan Aceh. Dari namanya sudah bisa ditebak. Pocut Meurah adalah nama panggilan khusus bagi perempuan keturunan keluarga Sultan Aceh. Pocut Meurah Biheu, begitu ia biasa dipanggil.
Biheu adalah sebuah kenegerian yang pada masa Kesultanan Aceh berada di bawah wilayah Sagi XXXI Mukim, Aceh Besar.
Bersama suaminya, Tuanku Abdul Majid, ia dikenal sebagai tokoh dari Kesultanan Aceh yang paling anti Belanda.
Menurut catatan sejarah, perjuangannya terjadi di akhir abad 19 sampai awal abad 20. Pada 11 November 1902, ia dikepung oleh serdadu khusus Belanda dari Korps Marchausse.
Dengan dua tetakan luka di kepala, dua di bahu, satu urat kening dan otot tumitnya putus, terbaring di tanah penuh dengan darah dan lumpur, namun ia tetap tidak menyerah. Rencong masih tergenggam kuat di tangannya.
Semangat pantang menyerahnya sangat dikagumi Belanda. Bahkan Veltman, pimpinan Korps Marcchausse memberi gelar Heldhafting (Yang Gagah Berani) kepada Pocut Meurah Intan.
Berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, tanggal 6 Mei 1905, No. 24, ia beserta putranya, Tuanku Budiman, dan seorang anggota keluarga kesultanan bernama Tuanku Ibrahim diasingkan ke Blora, Jawa Tengah.
Pocut Meurah Intan berpulang ke rahmatullah pada tanggal 19 September 1937 di Blora dan dimakamkan di sana. (Tim Dinkominfo Blora).