Ratusan sedulur samin sikep kabupaten Blora, Jawa Tengah dan sejumlah kabupaten lainnya mengikuti temu ageng di pendopo sedulur sikep Dukuh Blimbing Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, Minggu (22/9/2019).
Temu ageng digelar dalam rangka mempererat silaturahmi, mencocokan kembali ajaran Samin dalam laku kehidupan bagi keturunan dan pengikut ajaran yang disebarkan Samin Surosentiko yang tersebar di berbagai kabupaten.
Sebab,selama lebih kurang 100 tahun tidak pernah digelar pertemuan, bahkan faktanya tidak saling kenal sesama sedulur.
Event yang kali pertama dihelat itu merupakan rangkaian Platform Indonesiana Cerita dari Blora 2019.
Sesditjen Kebudayaan Kemendikbud, Sri Hartini, menyampaikan setelah 100 tahun atau 1 abad tidak pernah digelar pertemuan sedulur samin sikep, maka melalui temu ageng ini diminta menjadi tonggak sedulur samin sikep secara keseluruhan.
“Nilai-nilai ajaran Samin turun temurun dari generasi ke generasi dan masih tetap dipegang teguh. Oleh karena itu menjadi tonggak sedulur sikep secara keseluruhan,” katanya.
Meskipun belum banyak yang tahu, menurut Sri Hartini, temu ageng ini sekaligus sebagai penolak situasi dan kondisi yang menggeliat saat ini.
“Dalam nilai ajaran samin, di ataranya dari yang diucapkan dengan perbuatan atau tindakan adalah sama. Bukan seperti dugaan situasi dan kondisi saat ini,” ujarnya.
Sehingga, kata dia, temu ageng ini merupakan kesempatan yang langka dan setelah ini diminta ada kebiasaan pertemuan yang menguatkan sedulur sikep.
“Nila-nilai ajarannya sangat kuat. Ini kearifan lokal yang harus digerakkan. Setelah temu ageng ini harus ada tindak lanjut, jangan berhenti. Ini aset, Blora harus bangga punya aset ini, ” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Amrih Widodo, antropolog yang pernah membuat tulisan Samin In The Order : The Politics of Encounter and Isolation, menyampaikan biasanya sedulur samin sikep dibicarakan, melalui temu ageng ini disilahkan untuk melakukan pembicaraan sendiri.
“Biasane diomongke, sak iki omong dewe (Biasanya diomongkan, sekarang omong sendiri). Mencocokkan lakon. Kenapa ? Karena ajaran sikep itu lisan. Kapan mencocokkan dengan kejadin (kang dumadi, Jawa) 100 tahun lalu,” jelas Amrih Widodo ketika hadir pada temu ageng.
Dengan demikian, lanjutnya, ini menjadi momen yang luar biasa dan bersejarah. Sebab jumlah sedulur sikep relatif stabil, kalau dulu 3.000 orang, sekarang lebih kurang ada 5.000 orang.
Pada pertemuan ageng, terbagi tiga sesi acara, yakni perkenalan, mencocokkan laku (nyocokke laku, Jawa) dan cara yang dilakukan (cara kang ditindakke, Jawa) melalui kelompok diskusi, yang hasilnya dikembalikan lagi kepada sedulur samin sikep untuk dimatangkan.
Direktur Indonesiana Cerita dari Blora 2019, Dalhar Muhammadun, menyampaikan, temu ageng bertujuan mengumpulkan sedulur samin sikep (ngumpulke balung pisah, Jawa).
“Karena faktanya, setelah 100 tahun, sedulur samin sikep yang tersebar di sejumlah kabupaten ini, belum saling kenal,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Bupati Blora, Arief Rohman, mengapresiasi dan mendukung temu ageng sedulur sikep samin.
Dalam kesempatan itu, Wakil Buparti Blora menyerahkan sertifikat penghargaan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) kebudayaan Samin dari Kemendikbud kepada tokoh samin sikep Sambongrejo, Pramugi Prawiro Wijoyo.
Penyerahan itu dilakukan di hadapan sedulur samin sikep dari Kecamatan Kradenan, Karangpace Klopoduwur kabupaten Blora, kabupaten Pati, Kudus, Rembang dan Bojonegoro, Jawa Timur.
Temu ageng dimeriahkan dengan geljlok lesung (kotekan lesung) yang dimainkan oleh kelompok wanita samin Sambongrejo. (Dinkominfo Kab Blora).