Bupati Blora, H. Arief Rohman, S.IP, M.Si menyampaikan peran Pemerintah Daerah atau Pemkab dalam pelaksanaan penjaringan dan pelantikan perangkat desa sebagaimana diatur dalam Perda No. 6 Tahun 2016 tentang Perangkat Desa sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Perda No. 22 Tahun 2018 adalah sebagai fungsi pembinaan dan pemantauan proses pengisian perangkat desa.
Hal itu disampaikan Bupati Blora dalam jumpa pers guna menanggapi aksi unjuk rasa sejumlah masyarakat pada Kamis (27/1/2022) siang di depan Kantor Bupati. Jumpa pers dilaksanakan Bupati Blora di pendopo Rumah Dinas usai mengikuti acara pelantikan pengurus Gerakan Pramuka, didampingi Wakil Bupati Tri Yuli Setyowati, ST, MM.
Para pengunjuk rasa menuntut pembatalan seluruh ujian seleksi Perangkat Desa (Perades) di Kabupaten Blora atas dasar dugaan kecurangan pelaksanaan ujian CAT di Semarang beberapa hari lalu. Jumpa pers dilaksanakan Kamis sore (27/1/2022) di Pendopo Rumah Dinas usai mengikuti acara pelantikan pengurus Gerakan Pramuka.
Sebelum menyampaikan keterangan pers, Bupati dan Wakil Bupati terlebih dahulu menggelar rapat internal dengan seluruh jajaran Forkopimda (Kapolres, Dandim, Kepala Kejaksaan, dan Ketua DPRD) untuk menyikapi tuntutan masyarakat.
“Kami bersama Forkopimda mengetahui dan mengikuti kegiatan unjuk rasa yang dikoordinir oleh LSM “Pemantau Keuangan Negara” Pak Sukisman, Mas Seno Margo Utomo dkk, sebagai wujud penghargaan atas kebebasan berpendapat dan tentunya juga tetap menghormati azas keseimbangan antara hak dan kewajiban serta asas praduga tak bersalah,” ucap Bupati.
“Izinkan kami menyampaikan bahwa terkait dengan pengisian, pengangkatan, dan pelantikan perangkat desa adalah murni kewenangan kepala desa sebagaimana yang ditegaskan Pasal 49 ayat 2 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sedangkan dalam rangka pengisian tersebut tentunya dilakukan melalui penjaringan dan seleksi atau seleksi calon perangkat Desa,” lanjut Bupati.
Jadi ketika terjadi perselisihan hasil seleksi, maka penyelesaiannya dilaksanakan secara hierarkhi berjenjang mulai dari tingkat desa, tim pengawas kecamatan dan tim pembina kabupaten serta dapat bermuara ke pengadilan.
“ Untuk itu jika ada dugaan pelanggaran seleksi perangkat desa saya persilahkan untuk melaporkannya melalui prosedur yang telah disediakan,” ucap Bupati.
Dalam hal tahapan pelaksanaan pengisian perangkat desa yang sudah berjalan sampai pada penerbitan surat keputusan pengangkatan dan/atau pelantikan perangkat desa, maka warga masyarakat yang merasa dirugikan, menurut Bupati dapat menempuh upaya hukum melalui gugatan kepada pemerintah desa yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014.
“Jika merasa dirugikan ya silahkan dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) bisa Kepolisian ataupun Kejaksaan. Ketika ada dugaan jual beli jabatan, pemalsuan dokumen ijazah, pemalsuan dokumen pengabdian dan pengkondisian tes CAT tentunya sudah bukan lagi domain Pemerintah Daerah (Pemkab) untuk menanganinya karena sudah menjadi ranah hukum pidana, kewenangan APH,” ungkap Bupati.
“Jadi silahkan bukti yang dimiliki dijadikan dasar laporan ke APH, bikin laporan tertulis. Pak Kapolres, maupun Pak Kajari akan siap memprosesnya. Kita dengar ada yang ingin meminta uji forensik, hal ini juga silahkan diajukan. Semuanya mempunyai hak untuk itu. Namun karena uji forensik itu tidak dimiliki oleh Polres, maka laporannya harus dialamatkan ke Polda. Semua ada koridornya, ada jalurnya masing-masing,” jelasnya.
Terkait pelaksanaan tes CAT di Semarang, Bupati kembali menyampaikan bahwa pemilihan pihak ketiga yang dalam hal ini perguruan tinggi pelaksana ujian CAT tidak dilakukan oleh Pemkab, melainkan dipilih oleh panitia perades tingkat Desa.
“Pemkab hanya memfasilitasi, dengan mengundang perguruan tinggi baik PTN ataupun PTS untuk presentasi sebagai pihak ketiga penyelenggara CAT di depan seluruh Kades dan panitia seleksi dari Desa. Setelah PTN/PTS presentasi di depan para kades dan panitia, maka pihak desa yang memilih dan melakukan penandatanganan kerjasama pelaksanaan CAT disaksikan oleh Forkopimda. Jadi bukan Pemkab yang menentukan pelaksana CAT nya,” ujar Bupati.
Sementara itu, Kapolres Blora, AKBP Aan Hardiansyah, SH., MH., ketika ditemui di halaman rumah dinas Bupati, setelah jumpa pers Bupati, menyatakan bahwa hingga hari ini belum ada laporan resmi secara tertulis terkait dugaan kecurangan pengisian perades yang dialamatkan ke institusinya.
“Sampai saat ini semuanya masih dugaan, belum ada yang melaporkan secara resmi ke kepolisian dengan menyertakan bukti kecurangan. Sehingga azas praduga tak bersalah harus tetap kita lakukan. Kita siap ketika ada laporan resmi masuk, maka proses akan berjalan,” tegas Kapolres. (Tim Dinkominfo/Prokompim).