Pemerintah Kabupaten Blora melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Blora sukses menyelenggarakan sosialisasi Undang-Undang Pers dan Menangkal Berita Hoax bagi Camat, Kepala Desa dan Lurah di wilayah setempat.
Sosialisasi diselenggarakan dalam rangka sinergitas dan kemitraan pemerintah dengan media massa. Acara sosialisasi berlangsung di Hotel Arra Cepu mulai Selasa (24/4/2018) hingga Jumat (27/4/2018) terbagi tiga kali pertemuan dengan peserta sebanyak 150 orang.
Selama berlangsung sosialisasi, para peserta antusias mengikuti dan menyampaikan usulan untuk mengantisiapsi oknum yang diduga sering mengintimidasi kinerja aparat desa.
Sehingga, setelah mengikuti sosialisasi pihak aparat desa akan lebih bersikap bijak sebagai nara sumber yang memiliki hak untuk memberikan keterangan atau tidak kepada wartawan.
“Kami usulkan agar setiap kantor desa memasang banner atau sejenisnya berisi tulisan kode etik jurnalistik.Teknisnya bisa melalui Dinkominfo bekerjasama dengan pemerintahan desa,” ujar Sugiyanto, Kades Gombang, Kecamatan Bogorejo saat mengikuti sosialisasi pada gelombang tiga.
Ketua PWI Kab. Blora Wahono mengapresiasi usulan dan kiat yang disampaikan peserta sosialisasi.
Ia sependapat jika nanti logo Pemkab, Kominfo, Dewan Pers, PWI dibuatkan banner kode etik jurnalistik kemudian dipasang di kantor desa.
“Wartawan yang benar itu sebenarnya tidak menakutkan. Wartawan yang benar tidak akan menakut-nakuti. Nah, Dinkominfo hadir di sini untuk menegakkan aturan yang dibuat oleh negara lewat Dewan Pers,” kata Wahono, di Cepu, Jumat (27/4).
Dikatakan lebih lanjut, Tahun 2019 nanti Dewan Pers akan menerapkan keputusan baru bahwa media yang tidak terverifikasi dan wartawan yang tidak berkompeten maka nara sumber berhak menolak.
“Kalau bapak dan ibu dirugikan akibat pemberitaan yang tidak berimbang, maka berhak mengadu ke Dewan Pers,” tandasnya.
Kepala Dinkominfo Kab. Blora Drs. Sugiyono diwakili Kepala Bidang IKP Ignatus Ary Soesanto, S.Sos dalam arahan penutupan sosialisasi menyampaikan terimakasih atas kehadiran kepala desa dean perwakilan dari kecamatan.
Ia berharap acara itu sangat bermanfaat sebagaimana disampaikan oleh nara sumber yang cukup banyak membuka wawasan selaku aparat pemerintah.
“Karena Bapak dan Ibu mempunyai tanggung jawab besar dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Jadi garda terdepan sebagai penanggung jawab di lapangan,” ucapnya.
Masih menurut Ignatius Ary Soesanto, Undang-Undang Pers, ITE dan KIP betul-betul dipahami dan bisa diperdalam sendiri.
“Terkait kode etik jurnalistik yang akan di pasang di kantor desa, nanti kita perdalam dan fokuskan lagi, bentuknya bagaimana, sebagai upaya antisipasi adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang mengintimidasi dan menekan bisa di eliminir,” jelasnya.
Ke depan diharapkan Dinkominfo dan PWI Blora akan tetap bersinergi melaksankan kegiatan yang berkesinambungan.
Sekadar diketahui, sosialisasi diselenggarakan terbagi dalam tiga gelombang, yaitu Gelombang I, Selasa (24/4)-Rabu (25/4), diikuti peserta Camat, Kepala Desa, Kepala Kelurahan wilayah Kecamatan Todanan dan Ngawen.
Gelombang II, Rabu (25/4)-Kamis (26/4), diikuti peserta Camat, Kepala Desa, Kepala Kelurahan wilayah Kecamatan Kunduran dan Japah.
Selanjutnya, Gelombang III, Kamis (26/4) diikuti peserta Camat, Kepala Desa, Kepala Kelurahan wilayah Kecamatan Jati, Randublatung dan Bogorejo. Sesuai undangan, total peserta sebanyak 150 orang.
Nara sumber yang hadir di antaranya Hendry CH Bangun dari Sekjen PWI Pusat dan anggota Dewan Pers Indonesia menyampaikan materi Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan organisasi wartawan Indonesia.
Kemudian, Amir Machmud, NS Ketua PWI Prov Jateng menyampaikan materi Mendeteksi dan Merespons Berita Hoax.
Serta, Drs. M. Yulianto, MA Dekan FISIP UNDIP Semarang menyampaikan materi tentang Fenomena medsos, KIP dan praktik hitam wartawan jaman now.
Amir Machmud, NS Ketua PWI Prov Jateng antara lain mengemukakan, persoalannya saat sekarang ini makin sulit mendeteksi mana yang hoaks dan mana yang bukan.
“Saya meyakini bahwa media-media yang utama. Koran, televisi, radio. Ini lebih banyak menjadi ‘pemadam kebakaran’ dari konten-konten hoaks yang muncul di berbagai portal berita yang tidak jelas,” katanya.
Media-media online, kata dia, juga harus tersertifikasi. Media-media online itu tidak sembarangan muncul sebagai sebuah kenyataan perkembangan media di negeri ini.
“Tetapi itu disertifikasi. Badan hukumnya apakah sudah benar. Siapa pengelolanya, dimana alamatnya. Kalau perlu sertifikasi itu bisa amatan masyarakat. Karena kita akan menjadi yakin media yang sudah tersertifikasi ini adalah media yang dalam tanda petik sudah dianggap layak menyampaikan berita yang layak,” jelasnya.
Di tempat yang sama Hendry CH Bangun Sekjen PWI Pusat dan anggota Dewan Pers Indonesia ketika dikonfirmasi usai menyampaikan materi mengemukakan, diharapkan Kepala Desa memiliki pengetahuan mengenai Undang-Undang Pers, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Kode Etik Jurnalistik.
“Sehingga mereka dapat menghadapi wartawan itu bisa memiliki kiat-kiat. Karena begini, saat ini sebetulnya wartawan itu mencari informasi, untuk memberitakan, untuk menyiarkan. Tetapi memang ada beberapa orang yang membajak media ini. Ngaku wartawan tapi sebetulnya dia tidak membuat berita. Ngaku wartawan tapi hanya cari duit. Kasihan Kepala Desa, sudah bekerja, capek, malah di intimidasi,” ungkapnya.
“Jadi inilah yang bisa kita harapkan kalau kepala desa memiliki pengetahuan dia bisa mengatasi. Kalau itu wartawan benar ya kasih informasi, ya dukung. Tetapi kalau tidak benar bisa tau,” ungkapnya.
Dewan Pers, menurut dia, merasa banyak sekali orang yang memanfaatkan kemerdekaan pers. Mencari keuntungan pribadi untuk dirinya sendiri dengan mengangkat dia seolah-olah dirinya wartawan.
“Padahal wartawan itu profesi. Ada kompetensinya. Dia harus berlatih, taat pada kode etik,” jelasnya.
Sedangkan Drs. M. Yulianto, MA Dekan FISIP UNDIP Semarang dalam pemaparannya antara lain menyampaikan, media sossial (medsos) menjadi ‘kekuatan baru’ yang dapat menciptakan iklim komunikasi yang lebih baik.
“Memenuhi informasi serta partisipasi terbuka, persuasif dan konstruktif,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, ciri-ciri berita hoaks antara lain sumber tidak jelas. Biasanya tidak dapat atau sulit dilacak penulis aslinya.
“Saat ini berkembang jenis hoaks baru, yakni fake news, yang diambil dari webside tidak jelas dengan tujuan meng-generate berita palsu. Agas tampak ilmiah dab meyakinkan, hoaks lazim menggunakanistilah-istilah rumit dan akademik,” paparnya.
Tips menghindari hoaks, kata dia, kenali ciri hoaks, chek dan rechek (tabbayun), kembangkan sikap kritis.
“Jika suatu informasi diragukan kebenarannya dan sulit diverifikasi, lebih baih tidak usah disebarkan,” jelasnya. (DINKOMINFO KAB. BLORA).