Seni Kentrung akan ditampilkan pada Festival Budaya Cerita dari Blora yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Selain Kentrung, ada sejumlah seni pertunjukan rakyat lainnya yang bakal meramaikan acara, diantaranya wayang krucil, tayub, jedoran, ledhek barangan, singiran dan barongan.
Festival Budaya Cerita dari Blora akan digelar tanggal 12 Septemberr 2018 hingga 15 September 2018 di sejumlah tempat, di antaranya eks lapangan golf Blora (kawasan Super Mario), rumah masa kecil Pramoedya Ananta Toer, Warung Duwur Blora di desa Soko, Kecamatan Jepon dan pasar pon Blora.
Kepala Dinas Kepemudaan Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Blora, Drs. Kunto Aji mengemukakan inti dari kegiatan budaya Cerita dari Blora di inspirasi dengan latar belakang sosok sastrawan kelahiran Blora, yakni Pramoedya Ananta Toer.
Karya sastra Cerita dari Blora (kumpulan cerita pendek) telah diminati serta diapresiasi pecinta sastra baik dari dalam dan luar negeri maka digagas Blora menuju kota sastra melalui Festival Budaya Indonesiana 2018 dengan mengangkat ikon sastra Cerita dari Blora.
“Karya mendiang Pram, di antaranya diinspirasi dari alam Blora dengan aneka budaya, peristiwa dan pengalaman yang dilihatnya. Kemudian dituangkan dalam bentuk karya sastra. Artinya, Pram itu juga melihat dan menghayati seperti seni barongan, wayang, tayub dan peristiwa budaya Blora lainnya,” ungkapnya di Blora, Jumat (3/8).
Dijelaskannya, kesenian kentrung Blora sudah dikenal sejak lama. Seni yang didominasi vokal dan sejumlah alat musik membranophone (rebana/trebang) tersebut menyampaikan cerita tutur yang tak terlepas dari siar dan dakwah tentang kisah ketauladanan dan riwayat kenabian serta sejarah lainnya.
Menurutnya, keberadaan kentrung makin tersisih dengan seni pertunjukan moderen dan tradisional lainnya.
“Perlu upaya khusus agar kentrung bisa disejajarkan dengan pelestarian seni lainnya. Supaya kentrung bagaimana bisa menarik, apakah musiknya dikolaborasi atau ditambah sehingga ada garapan bagus tanpa meninggalkan keasliannya,” ujarnya.
Seniman kentrung yang masih ada di Blora yakni Muhammad Zaenuri Sutrisno (60), asal Desa Sendang Gayam RT 05/RW I Kecamatan Banjarejo.
Keseriusan pembinaan dan pelestarian seni kentrung memang diperlukan, hanya saja selalu butuh waktu untuk menggugah kembali penikmat seni kentrung. Terlebih pada generasi yang bisa piawai sebagai seniman Kentrung.
“Salah satunya melalui event Cerita dari Blora. Oleh karena itu, nanti Pak Zaenuri Sutrisno diundang untuk tampil,” katanya.
Ia menilai sosok Zaenuri Sutrisno cukup dikenal di kalangan pengamat, pemerhati dan pelaku serta sejumlah praktisi seni tradisional. Tidak hanya itu, beberapa media pun memberitakan seni kentrung Blora. Hanya saja nasib berkeseniannya makin tergusur.
Seniman Kentrung, Zaenuri Sutrisno, ketika ditemui di rumahnya meminta agar pemerintah kabupaten Blora memperhatikan nasibnya.
“Mbok saya ini dibantu promosi agar laku dan ada yang nanggap kentrung. Biar tetap lestari dan dikenal generasi sekarang, saya juga perlu generasi penerus agar seni kentrung Blora tetap ada,” ujar Muhammad Zaenuri Sutrisno.
Suami Wasi itu mengungkapkan seperangkat peralatan dan ilmu seni vokal bertutur yang digelutinya merupakan warisan dari almarhum Bapaknya yang bernama Sutrisno. Kemudian merasa terpanggil dan memiliki bakat ngentrung, maka sejak tahun 2003 dirinya mempromosikan sebagai seniman kentrung Blora.
“Sejatinya cerita yang dimainkan adalah kisah dan sejarah para Nabi seperti Nabi Muhammad atau kisah Nabi Ibrahim, kemudian diselingi dengan cengkok parikan agar lebih menarik,” ujarnya.
Biasanya disuguhkan pada acara pupakan puser bayi, khitanan, tingkeban, mantenan atau acara tertentu.
"Tergantung siapa yang menanggap dan acara apa saja, tapi ini sedang sepi tanggapan, ” kata dia.
Seni kentrung, menurut pandangan Zaenuri, ternyata mengandung filosofi kehidupan, yakni manusia itu harus berpegang pada lima hal.
Jika ingin selamat dunia dan akhirat, kelima hal itu tidak boleh ditinggalkan. Dia menafsirkan, kelima hal itu adalah Rukun Islam dan lima pengobat hati. (Dinkominfo Kab. Blora).