Dinas Peternakan dan Perikanan (Dinnakikan) Kabupaten Blora, Jawa Tengah melakukan pemantauan dan pemeriksaan keliling ke sejumlah lokasi yang menyembelih hewan kurban pada Iduladha 1440 Hijriah, Minggu (11/8/2019).
Kepala Dinnakikan drh. Gundala Wejasena didampingi Kepala Bidang Kesehatan Hewan Tejo Yuwono menandaskan hewan kurban khususnya sapi yang disembelih lumayan cukup ada peningkatan.
Dari hasil pemantauan, sapi untuk kurban relatif gemuk-gemuk dan peternak mulai maju dalam memelihara serta merawat sapi. Peternak sudah tahu, sapi sebelum digemukkan harus diberi obat cacing terlebih dulu sehingga cacingnya hilang.
“Meskipun dalam pemeriksaaan tadi ada ditemukan cacing hati (Fasciola hepatica) di hati sapi. Itu kalau di Indonesia, khususnya di Jawa pasti ada di hati sapi meskipun sedikit. Tapi misalanya kalau parah ya kita iris dan dibuang, namun kalau tidak parah, secara medis itu tidak berbahaya,” kata drh. Gundala Wejasena.
Bersama sejumlah petugas kesehatan hewan kantor Dinnakkikan, pihaknya melakukan pemeriksaan kesehatan hewan kurban baik sebelum dan sesudah disembelih. Salah satunya dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH) Blora.
“Jadi kami melakukan pemeriksaan fisik luar hewan sebelum dipotong (antemortem) dan pemeriksaan bagian dalam hewan sesudah dipotong (postmortem),’’ jelasnya.
Berdasarkan laporan petugas di wilayah kecamatan dan pemantauan serta pemeriksaan langsung yang dilakukan, menurut drh. Gundala, daging hewan sapi untuk kurban relatif aman dikonsumsi.
Sementara itu Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinnakikan Tejo Yuwono mengemukakan, sejumlah sentra peternakan sapi dan kambing di desa-desa sebelumnya didatangi oleh petugas.
Pemantauan dan pemeriksaan itu melibatkan mahasiswa koas Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta. Tim akan bertugas hingga tiga hari setelah Hari Raya Iduladha.
“Saat Iduladha tim itu bertugas memeriksa daging kurban,” kata Tejo Yuwono.
Menurut Tejo Yowono, penyembelihan hewan kurban tidak harus dilakukan di RPH melainkan boleh di perumahan dan lingkungan desa/kelurahan.
“Untuk di RPH sudah ada juru sembelih hewan (Juleha) yang telah bersertifikat dari Kemenag,” jelasnya.
Untuk ternak betina yang tidak produktif boleh disembelih asalkan telah dilengkapi dengan Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR) sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 (Pasal 86 a dan pasal 86 b).
Surat keterangan ini dikeluarkan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan.
"SKSR dapat diperoleh dari dokter hewan di Puskeswan terdekat," katanya.
Lanjutnya, karena tidak semua hewan ternak betina muda adalah betina produktif, dan tidak hanya ternak betina tua yang tidak produktif. Namun disarankan, sebaiknya yang disembelih adalah hewan jantan.
“Maka dari itu, pemeriksaan status reproduksi oleh dokter hewan adalah hal yang wajib dilakukan untuk menentukan status reproduksi ternak,” katanya. (Dinkomninfo Kab. Blora)