Sejumlah gunungan berbalut daun jati disiapkan warga dusun Ngampel Gading Desa Ngampel, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora. Tumpeng berisi nasi, lauk dan makanan tradisional itu diusung kemudian ditata di jalan sebelah makam KH Abdul Kohar atau Sunan Ngampel, Minggu (12/7/2020).
Tumpeng dan aneka makanan tradisional itu dibuat oleh warga setempat dalam rangka sedekah bumi atau gas deso yang diselenggarakan setahun sekali sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas panen, rejeki dan kesehatan warga setempat.
Sementara itu di dalam kompleks makam Ngampel, sejumlah tokoh agama, perangkat desa dan warga masyarakat bersiap melakukan doa dan tahlil bersama. Tak ketinggalan aneka makanan yang dibungkus kardus, plastik, kain dan daun jati nampak ditata rapi di lokasi makam Ngampel.
Doa dan tahlil pun dimulai. Warga nampak khusyuk dan khidmat mengikutinya. Setelah selesai, panitia sedekah bumi membagikan makanan (brekat) kepada warga yang datang di dalam makam Ngampel.
Tokoh agama dusun Ngampel Gading Kiai Mohammad Kurdi menjelaskan tradisi sedekah bumi di wilayah setempat sudah berlangsung turun-temurun. Sedangkan dilaksanakan doa dan tahlil di dalam makam Ngampel sudah dilaksanakan lebih kurang 15 tahun.
“Doa dan tahlil di dalam makam Ngampel ini sudah dilaksanakan lebih kurang 15 tahun setiap acara sedekah bumi, tujuannya memohon kepada Allah SWT supaya diberi kesehatan, kemudahan rejek dan sebagai ungkapan rasa syukur,” jelasnya.
Menurut dia, dalam doa dan tahlil kali ini juga memohon kepada Allah supaya wabah Covid-19 ini segera disingkirkan dari Blora khususnya dan Indonesia serta seluruh dunia.
Hanya saja untuk mengikis kebiasan sawuran (lempar-lemparan) nasi yang dilakukan oleh warga setempat hingga saat ini masih belum bisa. Namun secara perlahan terus diupayakan dan dilakukan pembinaan sehingga kedepan bisa ditata lebih baik dan tidak lagi dilakukan sawur-sawuran.
“Terlebih pada generasi muda, perlu terus diberikan pengertian dan pemahaman,” ucapnya.
Dijelaskannya, terkait keroyokan (rebutan) brekat sedekah bumi yang dilakukan oleh warga, sejatinya pada era dahulu adalah saling berebut banyak untuk mendapatkan nasi brekat dan makanan lainnya, bahkan ada yang membawa sarung untuk wadah.
Namun karena kurang adanya pengendalian dari para sesepuh (tokoh yang dituakan), maka muncullah kegiatan dari generasi muda yaitu sawuran, uncal-uncalan (lemparan) seperti nasi, dumbek (nama makanan tardisioal), jadah (gemblong), telur ayam yang dilempar-lemparkan.
“Hal ini sebenarnya disayangkan, karena tidak sesuai dengan adat istiadat yang telah berjalan, terlebih berkaitan dengan rejeki yang sudah didapatkan, bahkan disinyalir melanggar aturan agama,” kata dia.
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah desa setempat untuk terus bekerjasama melakukan pembinaan sehingga pelaksanaan sedekah bumi di dusun Ngampel Gading kedepan bisa sesuai aturan, terlebih pada aturan dan norma agama.
Meski demikian ada versi lain yang menyebutkan makanan yang dilemparkan dan jatuh ke tanah tidak boleh diambil kembali atau dibersihkan.
Hal itu dipercaya bahwa pada tengah malam dini hari setelah sedekah bumi para pengikut Sunan Ngampel (makhluk halus) akan datang meninjau dan menyaksikan.
“Memang benar, seperti dumbek, bugis kalau sudah jatuh tidak boleh diambil kembali. Itu sebenarnya merupakan animo masyarakat yang mempercayai gugon tuhon para sesepuh terdahulu yang memiliki daya kekuatan batin, sebab sudah ada jatahnya sendiri-sendiri,” ungkap M. Kurdi.
Sementara itu Kiai Mohamad Fatoni, tokoh agama dusun Ngampel Gading lainnya, menyebut bahwa pada 29 Januari 2001 setelah pelaksanaan gas deso, terjadi banjir besar yang dipercaya warga bahwa doa para kiai terlalu mujarab.
“Sebenarnya tidak demikian, itu hanya kebetulan. Setelah sedekah bumi ada hujan deras yang menyebabkan banjir akibat luapan air dari wilayah Tegaldowo,” jelasnya.
Ketika terjadi banjir, sejumlah pohon bambu tumbang, rumah hanyut dan pagar tembok makam juga roboh.
“Karena secara geografis, wilayah dusun Ngampel Gading ini berada di dataran rendah. Jadi bukan karena doanya para kiai yang mujarab (kemanden),” ucapnya sambil tersenyum.
Kegiatan sedekah bumi di dusun Ngampel Gading sejatinya juga dilaksanakan dengan tujuan yang sama di beberapa wilayah desa dan kelurahan di Kabupaten Blora dengan hari dan waktu serta adat, tradisi yang berbeda.
Beberapa desa dan kelurahan selain menggelar hajatan (kenduri) juga menyajikan pentas seni pertunjukan seperti wayang kulit, ketoprak dan musik.
Hanya saja, memasuki adaptasi kebiasaan baru, baik panitia penyelenggara, pelaku seni dan warga masyarakat diimbau oleh pemerintah kabupaten Blora supaya patuh protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19. (Dinkominfo Kab. Blora/tim).