Ketika berbicara tentang rumah, apa yang muncul dalam pikiran? Rumah tentu menjadi tempat untuk mengistirahatkan pikiran dan tubuh dari kebisingan dunia.
Namun, bisa juga sebaliknya, rumah menjadi tempat yang tidak memiliki kehangatan dan keakraban, sehingga setiap insan yang menghuninya pasti tidak ingin beranjak keluar demi menjaga kewarasan diri.
Tidak sedikit orang yang sedang mencari jati diri, terjebak dalam keriuhan rumah, dan terpikat rona kepalsuan.
Kepalsuan menjadi sosok orang lain sebagai bentuk pelarian bagi orang-orang yang tidak percaya diri menghadapi realita hidupnya.
Hujatan atau komentar jahat menjadi salah satu alasan seseorang ingin mengubah diri menjadi sosok baru agar terlihat sempurna di mata orang lain.
Terkadang dengan kebohongan, kehidupan seseorang menjadi jauh lebih menyenangkan karena tidak melulu menjadi dirinya sendiri.
Selain itu, secara psikologi dan emosional, hidup dalam kebohongan dapat membantu seseorang untuk memenuhi kepuasan pada dirinya dan dapat dijadikan sebagai mekanisme pertahanan diri dari rasa sakit emosional seperti trauma.
Semua hal ini coba diangkat dan disuarakan oleh Rintik Sedu, nama pena dari Tsana, penulis muda Indonesia yang populer melalui karya-karyanya yang bertema cinta, kehidupan, dan perjalanan emosional.
Ia mulai dikenal melalui tulisan-tulisannya di media sosial dan platform digital sebelum ia menerbitkan buku fisik.
Gaya bahasa yang puitis, mengalir, dan menyentuh menjadi ciri khas kepenulisan Tsana, sehingga kerap kali Tsana menyuarakan keresahan generasi muda, terutama mengenai luka batin, kejujuran diri, dan pencarian jati diri.
Dalam novel ini, Tsana menceritakan mengenai kehidupan dua identitas, yaitu orang yang memiliki identitas yang berbeda di media sosial.
“Pukul Setengah Lima” menceritakan seorang gadis bernama Alina yang sering membohongi dirinya, cuek, apatis, dan egois. Karakter Alina menjadi seperti itu bukan semata-mata karena keinginannya. Bahkan Alina menyamarkan identitasnya ketika berkenalan dengan seorang lelaki di bus. Karena kebohongannya yang berlarut-larut, Alina menjadi nyaman dengan permainannya dan terjebak di dalamnya.
“Aku tidak suka pulang, aku tidak suka harus merasa berusaha hanya untuk melangkah pulang. Sebab pulang seharusnya tidak membutuhkan usaha, hanya butuh hati riang, dan gembira. Namun ini berbeda. Tempat pulangku menyeramkan. Rumah menjadi tempat luka ibu dan aku kembali muncul. Rumahku sudah tidak aman lagi. Sudah tidak ada orang waras di dalamnya” (hal. 8)
Selain kalimatnya yang cukup menarik, Tsana berhasil menyiratkan makna dalam kalimatnya.
Dari kutipan tersebut dapat menunjukkan bahwa anak dengan broken home seringkali tidak memiliki tempat untuk pulang. Rumah bukan sumber kegelisahan dan luka melainkan membawa sukacita dan ketenangan.
Selain kehilangan tempat untuk pulang, Alina kehilangan kepercayaan dirinya karena merasa hidupnya tak lagi bermakna setelah kepergian sosok yang bersama dirinya selama dua tahun terakhir.
Sosok itu mencintai Alina apa adanya, tetapi mereka merasa bahwa tidak ada yang patut dipertahankan dari sebuah hubungan yang timpang sebelah.
Keseharian Alina menggunakan transportasi umum bus untuk berangkat ke kantor menjadi saksi, bagaimana awal mula Alina dan Danu bertemu. Alina memutuskan untuk mengubah identitasnya menjadi sosok ‘Marni’ ketika bertemu dengan Danu, dimana sosok ‘Marni’ dimulai setiap pukul setengah lima.
Alina menjadi sosok Marni bertujuan untuk melawan realita kehidupan. Namun, siapa sangka kebohongannya sempat membuatnya menyesal tetapi berakhir nyaman dan terbawa peran dalam cerita.
“Sial. Kenapa aku jadi menyesal telah berbohong padanya? Bagaimana bila dia tahu kalau aku sebenarnya cuma Alina. Alina yang tidak akan sampai pada Marni.” (hal. 57)
Peran Alina sebagai sosok ‘Marni’ semakin membuatnya hanyut dalam ketidaknyataan. Kebohongan yang diciptakan dengan tidak sengaja pada awal pertemuannya dengan Danu di bus kota berujung nyaman.
“Ini tidak benar. Ini benar-benar tidak benar. Ada sesuatu tentang kebohongan ini yang terasa nikmat dan membuatku hanyut dalam ketidaknyataan. Kebohongan yang kuciptakan tempo hari berhasil membawaku pergi sedikit lebih jauh. Dan, aku ingin pergi…semakin jauh lagi.” (hal. 79)
Pertemuan Alina dengan Danu membuatnya tidak membenci kemacetan kota Jakarta lagi. Setiap momen bersama lelaki itu berhasil ia nikmati selama perjalanan di bus kota.
Walaupun terkadang terdapat beberapa momen yang mengingatkan memori bersama Tio, menjadi sosok ‘Marni’ membuatnya dapat terlepas dari belenggu keputusasaan.
Novel Pukul Setengah Lima menekankan prinsip penting, seperti kita sebaiknya mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain dan menyadari pentingnya kejujuran.
Karena kebohongan justru membuat diri kita semakin terjebak dalam masalah. Selain itu, novel ini memiliki kelebihan yang dapat dilihat dari alur dan strukturnya.
Dilihat dari alurnya yang menceritakan dua identitas menunjukkan bahwa alur cerita tersebut tidak tertebak. Pada novel Pukul Setengah Lima ini, penulis berhasil merangkai cerita menjadi tidak hanya rapi melainkan terstruktur dengan baik.
Dalam bukunya, secara tidak langsung, Tsana mengangkat permasalahan KDRT dan broken home.
Kekurangan dalam novel ini yaitu memiliki akhir cerita yang datar. Penulis banyak menggunakan alur maju mundur yang membuat pembaca menjadi sedikit bingung di tahap awal membacanya.
Tsana tidak membuat urutan waktu yang kompleks, tetapi hal itu berhasil ditutupi dengan struktur waktu yang tidak pasti.
Selain itu, pergantian sudut pandang yang kurang jelas juga menjadi salah satu kekurangan dari novel Pukul Setengah Lima.
“HIdupku tetap begini-begini saja, meski tadinya aku sempat berpikir Marni adalah bagian hidupku di mana aku menjelma menjadi sesorang penipu, kemudian penipu itu jatuh cinta dengan orang yang ditipunya sejak awal, dan mungkin aku akan menanam sesal pada sisa hidupku karena telah membohonginya.” (hal. 203)
Melalui novel ini, Tsana mengajarkan untuk menerima diri sendiri dan mengajak pembaca untuk eksplor lebih dalam mengenai keindahan fisik, tetapi juga perjalanan batin yang penuh makna. Novel ini mengajarkan untuk tetap jujur dalam sebuah hubungan agar tidak timbul penyesalan.
Oleh : Devita Tiara Angelina
Identitas Buku
Judul : Pukul Setengah Lima
Penulis : Rintik Sedu
Penerbit : Gramedia Pustaka
Kategori : Novel
Cetakan : 2, September 2023
Tebal : 208 halaman
ISBN : 9786020672748
Harga : 89.000.
(Tim)