Dinas Kesehatan Blora menargetkan Kabupaten Blora terbebas dari zero new stunting (tidak ada kasus baru stunting) di 2024.
Jumlah penderita stunting di Kabupaten Blora mengalami penurunan setiap tahun. Saat ini tinggal 9,23 persen dari tahun sebelumnya 13 persen.
"Setiap tahun angka maupun prosentase stunting di Blora terus turun. Semoga berkat kerja keras lintas sektoral stunting di Blora sudah tidak ada lagi kasus baru di 2024," ujar Kepala Dinas Kesehatan Blora Edi Widayat, S.Pd., M.Kes., M.H, Rabu (23/2/2022).
Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak.
Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.
Di Blora, penderita stunting tersebar di sejumlah kecamatan. Di antaranya, Kecamatan Blora, Cepu, Kunduran, Kedungtuban, Ngawen, Sambong, Banjarejo, Doplang dan Kecamatan Randublatung.
Penanganan stunting prioritas di 41 desa dan empat kelurahan.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Blora dr. Diah Pusparini, M.H menjelaskan, berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi stunting. Mulai pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, imunisasi lengkap, dan pemberian makanan tambahan.
“Alhamdulillah masyarakat saat ini sudah mulai sadar pentingnya pencegahan stunting. Terbukti angka stunting menurun,” tandasnya.
Berbagai upaya akan terus dilakukan untuk menurunkan angka stunting. Mulai dari program telur maksi, rembo setia, gerdu kia-kb, dawis penting. Berikutnya, kelor diolah menjadi kapsul bagi ibu menyusui untuk perkembangan anak hingga pemberian protein.
Perhatian itu dimulai dari sejak dini.
Diawali dari ibu hamil, secara intensif Dinas Kesehatan Blora melakukan pengawasan dengan intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
“Kalau intervensi spesifik di Dinas Kesehatan. Mulai dari remajanya, ibu hamilnya, bayi yang baru lahir,” kata dr. Diah Pusparini, M.H.
Intervensi spesifik sektor kesehatan berkontribusi 30 persen. Seperti layanan PMT (penambahan makanan tambahan) dan ibu hamil kurang energi kronik (KEK) dan balita kurus.
Pemberian tablet tambah darah untuk ibu hamil dan remaja putri, layanan ibu hamil kontak minimal 4 kali selama kehamilan (K4), pemberian vitamin A bagi balita (6-59 bulan).
Imunisasi dasar lengkap. Pelayanan ibu nifas. Pemberian zinc balita diare. Balita gizi mendapatkan perawatan. ASI eksklusif dan makanan pengganti ASI (MP ASI).
Berikutnya Intervensi Sensitif sektor non-kesehatan berkontribusi 70 persen.
Mulai penyediaan sanitasi yang layak. Penyediaan air minum yang layak. Konseling gizi dan bina keluarga balita. Layanan pendidikan anak usia dini (PAUD).
Progam perlindungan sosial, JKN/Jamkesda dan PKH. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
“Intervensi sensitifnya ada di lintas sektoral (linsek), mulai dari lingkungan sanitasinya bagaimana, air bersih terkait juga dinas pertanian kaya pangan lestari itu seperti apa, dinas perikanan juga ada terkait gemar makan ikan,” ujarnya. (Tim Dinkominfo Blora)