Bupati Blora Djoko Nugroho mengemukakan tingkat inflasi di Kabupaten Blora, secara global relatif aman dan tergolong rendah se Provinsi Jawa Tengah. Hal itu disampaikan ketika membuka rapat koordinasi (rakor) optimalisasi Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di ruang pertemuan Sekretariat Daerah (Setda), Selasa (9/10/2018).
“Tingkat inflasi di Kabupaten Blora secara keseluruhan aman, meski BBM naik atau nilai tukar rupiah mencapai Rp. 14.000,00 lebih," kata Bupati Blora Djoko Nugroho.
Inflasi di Kabupaten Blora, lanjut Bupati Blora, masih tergolong rendah se Provinsi Jawa Tengah, namun demikian diinginkan ada kestabilan harga bahan pokok terutama di bidang pertanian.
"Masyarakat miskin di Blora 70% petani, saya berharap jumlah tersebut bisa ditekan," kata Bupati Djoko Nugroho.
Bupati berharap optimalisasi peran TPID Kabupaten Blora dalam pengendalian inflasi terus ditingkatkan, sebab inflasi bisa berdampak pada banyak bidang.
"Saya harap tak hanya operasi beras, operasi pasar, minyak. Tolong dipahami untuk semua pihak ikut memantau harga," himbaunya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Blora Drs. Heru Prasetyo, memaparkan bahwa inflasi/ kenaikan harga dari waktu ke waktu akan meningkat terus. Hal itu berdasarkan survei pada tahun 2017 di pasar Kota Blora.
"Pernah deflasi dibulan Maret, tertinggi bulan Januari karena awal tahun. Kemudian bulan Juni karena Lebaran dan tahun ajaran baru masuk sekolah. Untuk inflasi di Blora banyak dipengaruhi pada makanan," jelasnya.
Dikatakan lebih lanujut, informasi BPS Kabupaten Blora, terkait data pertumbuhan ekonomi dan inflasi bisa diakses melalui website blorakab.bps.go.id.
Untuk melihat info inflasi di tingkat provinsi bisa menginstal aplikasi android One Touch Statistic Jawa Tengah dan untuk level Nasional All Stats BPS RI.
Di tempat yang sama Dian Nugraha, Kepala Divisi Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah menjelaskan inflasi yang tinggi akan memicu rendahnya daya beli masyarakat.
Daya beli yang rendah, kata dia, akan memicu rendahnya konsumsi komoditas di pasar barang, harga-harga komoditas akan menurun, dan seterusnya. Sisi produksi maupun konsumsi akan mengalami kontraksi. Goncangan sektor moneter akan mempengaruhi sektor riil, atau sebaliknya.
"Kota atau Kabupaten tetap harus mengendalikan daya belinya, dan ketika daerah jadi produsen akan kesulitan mana kala hasil produksi tidak mampu memenuhi permintaan pasar," jelasnya. (Dinkominfo Kab. Blora/Tim).