Masyarakat boleh mengingatkan dan menanyakan jika strategi kebudayaan yang telah disusun dalam pokok pikiran kebudayaan daerah (PPKD) tidak dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten.
Demikan hal itu disampaikan oleh Staf Khusus Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Alex Sihar dalam acara diskusi pemajuan seni budaya dan sastra Blora yang berlangsung di ballrrom Al Madina Hotel, Jumat (14/9/2018).
“Pokok pikiran kebudayaan daerah itu ditandangani oleh Bupati. Artinya itu perintah Bupati yang harus dilaksanakan. Jadi masyarakat boleh marah kalau tidak dilaksanakan di tahun depan,” jelasnya.
Dalam PPKD yang disusun disebutkan ada empat. Pertama, mengangkat festival sastra di Kabupaten Blora dengan mengangkat rumah masa kecil dan karya sastra Pramoedya Ananta Toer.
Kedua, kampung samin atau warga samin. Ketiga, teknologi tradisional sumur gowak. Keempat, sumur tradisional.
Dalam pemajuan kebudayaan, menurut Alex Sihar, dilaksanakan berdasarkan pasal 32 UUD 1945. Yaitu, Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
“Dalam pemajuan kebudayaan pemerintah pusat dan daerah bertugas dan menjaga ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan,” jelasnya.
Selain Alex Sihar, pembicara diskusi lainnya adalah Kepala Dinas Kepemudaan Olah Raga Kebudayaan Pariwisata (Dinporabudpar) Drs. Kunto Aji.
Dijelaskannya, dalam pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan.
“Dengan undang-undang tersebut, pemerintah pusat dan daerah memiliki kewajiban memajukan kebudayaan,” kata Kunto Aji.
Namun lebih sepesifik, lanjut Kunto Aji, semua entitas masyarakat harus bergotong royong dalam pemajuan kebudayaan, baik itu pemerintah, seniman, tokoh masyarakat bahkan perusahaan atau pelaku ekonomi.
Masih menurut Kunto Aji, terdapat sepuluh objek pemajuan kebudayaan, yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olah raga tradisional.
Secara umum, kata Kunto Aji, permasalahan kebudayaan di Blora yaitu seni tradisi di Blora belum memiliki ruang yang cukup untuk berkembang.
Degradasi pengetahuan mengenai nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat di dalam seni dan budaya daerah.
Kemudian, minimnya kesadaran akan kekayaan (ivenstasi) kebudayaan asli Blora. Tergesernya kebudayaan asli Blora dengan kebudayaan pop (kekinian).
Dan, proses regenerasi yang lambat disebabkan kurangnya minat generasi penerus seni dan tradisi di Blora.
Diskusi pemajuan budaya dibuka langsung oleh Sekda Blora Komang Gede Irawadi, SE. MSi dengan peserta pelaku seni budaya, sedulur sikep, anggota Permadani , FK Metra dan pegiat seni budaya lainnya.
Dalam sambutannya, Sekda Blora berharap agar ke depan anak cucu bisa menikmati seni budaya. Tidak hanya sebagai pewaris tetai juga sebagai pengelola seni budaya yang adil luhung.
“Kami juga mengapresiasi Platform Indonesiana Cerita dari Blora sangat mendukung pemajuan seni budaya. Sehingga ke depan bisa lebih baik. Dan saya yakin, diskusi ini akan menjadi gayeng, sehingga bisa muncul masukan yang dituangkan untuk penentuan kebijakan,” kata Sekda Komang Gede Irawadi.
Sekadar diketahui Cerita dari Blora adalah bagian platform Indonesiana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang tahun ini diikuti 14 festival di sembilan kluster.
Di antaranya Festival Budaya Saman di Aceh, Festival Fulan Fehan di Belu, Festival Multatuli di Lebak Banten, International Gamelan Festival Solo.
Kemudian, Silek Arts Festival di Sumatra Barat, Festival Tenun Nusantara di Tapanuli Utara, Ambonia International di Tapanuli Utara, Ambonia International Music Festival di Ambon dan Cerita dari Blora. (Dinkominfo Kab. Blora).